Cara Memuta’addikan Fi’il Lazim
Cara Memuta’addikan Fi’il Lazim
1. Dengan tambahan hamzah
2. Dengan tasydid
3. Dengan huruf jar
Cara penggunaan dari ketiganya
Adapun cara penggunaan ketiganya sebagai berikut :
• Hamzah dan tasydid hanya khusus masuk pada fi’il tsulasi, sedangkan huruf jar digunakan pada fi’il tsulasi dan yang lain.
BACA JUGA : Pengertian Isim fi'il
Faidah-faidah memuta’addikan fi’il lazim dengan masing-masing dari ketiganya.
a. وُجْدَان (menemukan sesuatu) contoh :
أَبْخَلْتُهُ اي وَجَذْتُهُ بخِيْلاً : saya menemukannya sifat pelit padanya
b. اِزَالَة (menghilangkan) contoh :
أَشْكَيْتُهُ اي اَزلْتُ عَنْهُ الشِّكَايَةَ : saya menghilangkan sakitnya
c. طَلَبْ yaitu بمعنى استفعل (berharap) contoh :
اَعْظَمْتُهُ اي اِسْتَعْظَمْتُهُ : saya berharap memulyakannya
d. تَمْكِينْ (memungkinkan) contoh :
اَحْفَرْتُهُ النَّهْرَ اي اَمْكَنْتُهُ مِنْ حُفْرِهِ : saya memungkinkan untuknya menggali sungai
e. تَعْرِيضْ (menawarkan) contoh :
أَبَاعَ الثَّوْبَ : saya menawarkan baju untuk dijual
f. مُبَالَغَةْ (penekanan arti) contoh :
أَشْغَلْتُ عَمْرًا : saya sangat menyibukkan Amr
2. Tasydid yang berfaidah khusus untuk memuta’addikan bermakna :
a. تَنْحِيَّةْ (melepas) contoh :
قَرَّدْتُ الْبَعِيْرَ اي نَزَعْتُ قِرَادَهُ: saya melepas kutu unta
b. اِزَالَةْ (menghilangkan) contoh :
قَذَيْتُ الْاِبِلَ اي أَزَلْتُ عَنْهَا الْقَذَى : saya menghilangkan kotoran unta
c. نِسْبَةْ (mengaitkan dengan sesuatu) contoh :
فَسَّقْتُهُ اي نَسَبْتُهُ اِلَى الْفِسْقِ : saya menisbatkannya pada kefasikan (menghukumi fasiq)
d. فعل (kembali pada makna asal)
3. Huruf jar yang berfaidah khusus untuk memuta’addikan adalah yang bermakna مُصَاحَبَةْ (bersamaan) contoh :
ذَهَبْتُ بِزَيْدٍ : saya berangkat bersama dengan Zaid
BACA JUGA : Tanda tanda kalimat isim versi imriti
Catatan :
Tasydid yang bermakna تَكْثِيرْ (makna memperbanyak) terkadang dihubungkan pada keadaan fi’ilnya atau pada keadaan fa’ilnya atau pada keadaan maf’ulnya. Maka apabila tasydid yang bermakna تَكْثِيرْ itu dihubungkan pada keadaan fi’ilnya, maka hukumya boleh muta’adi atau lazim. Apabila dihubungkan dengan keadaan fa’ilnya maka hukumya boleh lazim saja, dan apabila di hubungkan dengan keadaan maf’ulnya maka hukumnya boleh muta’addi saja.
Al Mathlub, Hlm 16-64 dan 72-73
Syafiyah, Hlm 22
PPSD-PACIRAN-LAMONGAN
Alhamdulillah kang sangat membantu..
ReplyDeleteAlhamdulillah kang sangat membantu..
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDelete