Pengertian Hamzah Washal


Pengertian Hamzah Washal

هِيَ كُلُّ هَمْزٍ ثَبَتَ فِي الْإبْتِدَاءِ وَسَقَطَ فِى الدَّرْجِ
Yaitu setiap hamzah yang ditetapkan bacaannya ketika dipermulaan kalimat, dan digugurkan bacaannya ketika ditengah kalimat/ketika diapit dengan kalimat lain.
Contoh : جَاءَ الرَّجُلُ، اَلرَّجُلُ

Sedangkan tujuan penambahan hamzah washal yaitu supaya bisa mengucapkan kalimat yang awalnya dimulai dengan huruf yang mati.

Tempat-Tempat Hamzah Washal

Hamzah washal bertempat pada tempat-tempat sebagai berikut :

1. Fi’il madli, fi’il amar dan masdar dari lafadz yang huruf asalnya lebih dari empat huruf (khumasi dan ruba’i), seperti :

     a. Yang khumasi : اِنْدَرَجَ، اِنْدِرَاجاً، اِنْدَرِجْ

     b. Yang sudasi : اِسْتَخْرَجَ، اِسْتِخْرَاجًا، اِسْتَخْرِجْ

2. Fi’il amarnya fi’il tsulatsi.

Seperti : أِضْرِبْ، إِقْرَأْ، أُنْصُرْ

Catatan :
Apabila huruf yang kedua dari fi’il mudlori’nya fi’il tsulatsi berharokat dalam segi lafadznya (walupun dalam taqdirnya sukun), maka fi’il amarnya tidak membutuhkan hamzah washal. 
Seperti : وَعَدَ يَعِدُ عِدْ
قَامَ يَقُوْمُ قُمْ
رَدَّ يَرُدُّ رُدَّ

3. Lafadz اِسْمٌ

Lafadz ini menurut Imam Sibaweh asalnya سِمْوٌ seperti lafadz قِنْوٌ sebagian pendapat mengatakan asalnya سُمْوٌ kemudian lamnya dibuang untuk meringankan (taklif) dan huruf awalnya disukun lalu ditambahkan hamzah washal, atau sukunnya mim dipindah pada sin, dan ditambahkan hamzah washal untuk menyambung dan mengganti lam fi’il yang dibuang. 

Lafadz ini nisbatnya adalah إِسْمِيٌّ atau سُمَوِيٌّ
Sedangkan bentuk isytiqoqnya (asal cetaknya) adalah :

Menurut ulama Basroh :  سُمْوٌ

Menurut ulama’ Kufah : وَسْمٌ

Lalu peletakannya di qolb (dibalik), maka fa’ fi’ilnya diletakkan setelah lam fi’il.

4. Lafadz اِسْتٌ

Lafadz isin asslnya سَتَةٌ, karena adanya ucapan orang Arab, أَسْتَاةٌ، سَتِيْهَةٌ kemudian lam fi’il yang berupa  ha’ dibuang karena diserupakan dengan huruf ilat, lalu awalnya disukun dan ditambahkan hamzah washal.

5. Lafadz إِبْنُمٌ

Lafadz ini asalnya adalah إِبْنٌ yang ditambahi mim untuk tujuan mubalghoh.

6. Lafadz اِمْرُؤٌ

Lafadz ini asalnya مُرْءٌ, lalu diringankan dengan cara memindah harokat hamzah pada ro’, kemudian hamzah dibuang, dan diganti dengan hamzah washal, lalu hamzahnya ditetapkan lagi. 

7. Lafadz إِبْنَةٌ

Lafadz ini adalah muanntsnya إِبْنٌ ta’ yang ada pada lafadz ini adalah litta’nits (untuk menunjukkan arti perempuan), berbeda dengan ta’nya lafadz بِنْتٌ, yang merupakan pergantian (iwadl) dari lam fi’il yang dibuan, karena jika ta’ muannts tentunya huruf sebelumnya tidak disukun.

8. Lafadz اِثْنَتَانِ

Muannats dari اِثْنَانِ, ta’ litta’nits berbeda dengan ta’ pada lafadz ثِــنَتَيْنِ ta’nya merupakan pergantian dari lam fi’il yang dibuang, karena jika ta’ muannats tentunya huruf sebelumnya tidak disukun.

9. Lafadz اِمْرَأَةٌ 

Adalah bentuk muannats dari lafadz اِمْرُؤٌ

10. Lafadz اَيْمُنٌ

Lafadz ini digunakan untuk qosam (sumpah) hamzahnya adalah hamzah washal menurut ulama’ Bashroh. Dan hamzah qotho’ menurut ulama’ Kufah karena bentuk jamak dari mufrod lafadz يَمِيْنٌ.

11. Hamzah ال

ال baik berupa ال maushul, ma’rifat atau ziyadah hamzahnya merupakan hamzah washo, sedangkan mengikuti pendapatnya Imam Kholil hamzahnya adalah hamzah qotho’, lalu dilakukan sebagai hamzah washal karena banyak digunakan. ال menurut lughot ahli Yaman diucapkan أَمْ

Catatan :
ال apabila dimasuki hamzah istifham, maka diperbolehkan dua wajah, yaitu : 

     a. Hamzah ال diganti alif dan dibaca panjang. Dan ini wajah yang arjah (paling unggul).
                Seperti : اَاَسْتَغْفَرْتُ, diucapkan آسْتَغْفَرْتُ 
                      اَاَلْحَسَنُ عِنْدَكَdi ucapkan آلْحَسَنُ

     b. Hamzah dibaca tashil (dibaca antara hamzah dan alif), ini wajah yang marjuh (diungguli). Dan tidak boleh dibaca tahqiq, karena hamzah tidak boleh dibaca ketika tidak menjadi permulaan kecuali ketika dlorurat. 

Kesimpulan : 

Dari keterangan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hamzah washal tidak ada yang bertempat pada : 

a. Fi’il mudlori’ secara mutlak

b. Kalimat huruf selain اَلْ atau أَمْ

c. Fi’il madli tsulatsi dan ruba’i

d. Kalimat isim, selain masdar dari fi’il khumasi dan sudasi, dan kesepuluh isim yang telah disebutkan di atas.  

Harokat Hamzah Washal 

Hamzah washal memiliki tujuh macam harokat, yaitu : 

1. Wajib dibaca fathah 
Pada setiap kalimat yang dimulai dengan ال atau أَمْ

2. Wajib dibaca dlommah

Yang bertempat pada dua tempat, yaitu : 

Fi’il madli khumasi atau sudasi yang dimabnikan maf’ul
Seperti : أُنْطُلِقَ، أُسْتُخْرِجَ

Fi’il amar tsulatsi yang ‘ain fi;ilnya dibaca dlommah sejak aslinya.
Seperti : اُكْتُبْ، اُقْتُلْ

3. Boleh dibaca dlommah dan kasroh, dan yang di unggulkan dibaca dlommah (rujhanud dhon)
Yaitu pada setiap fi’il amar yang ‘ain fi’ilnya dibaca dlommah lalu karena suatu hal dibaca kasroh.
Seperti : اُدْعِيْ، اُغْزِيْ

4. Boleh dibaca fathah dan kasroh, dan yang di unggulkan mwmbaca fathah.
yaitu bertempat pada lafadz : اَيْمٌ، اَيْمُنٌ

5. Boleh dibaca kasroh dan dlommah, dan yang diunggulkan membaca kasroh.
yaitu bertempat pada lafadz اِسْمٌ

6. Boleh dibaca tiga wajah (dlommah, kasroh dan isymam). 
yaitu pada sesamanya lafadz اِنْقَادَ، اِخْتَارَ yang dimabnikan maf’ul.

7. Wajib dibaca kasroh
Yaitu pada selain lafadz yang telah disebutkan di atas.
Seperti : اِسْتَغْفَرَ، اِسْتٌ، اِبْنٌ dan lain-lain. 
BACA JUGA : Lafadz ابن

Subscribe to receive free email updates:

3 Responses to "Pengertian Hamzah Washal"

hay Shobat Belajar Nahwu Santuy, Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan. atau dapat request tema..